Sejarah Rutan Cipinang: Dari Masa Kolonial hingga Reformasi

Gravatar Image

JAKARTA, Indonesian NewsRumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, yang terletak di Jakarta Timur, memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa kolonial Belanda. Dibangun untuk menampung para tahanan politik dan kriminal, rutan ini menjadi salah satu fasilitas pemasyarakatan terbesar di Indonesia. Pada masa penjajahan, banyak pejuang kemerdekaan yang ditahan di penjara ini akibat aktivitas politik mereka melawan kolonialisme.

Era Orde Lama: Penjara bagi Musuh Politik

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Lapas Cipinang digunakan untuk menahan orang-orang yang dianggap sebagai lawan politik negara. Namun, fungsi strategisnya sebagai tempat penahanan tokoh-tokoh penting lebih terlihat pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Era Orde Baru: Pusat Penahanan Aktivis dan Tokoh Oposisi

Di bawah rezim Soeharto, Cipinang menjadi tempat penahanan bagi banyak aktivis politik, oposisi, dan tokoh yang dianggap mengancam stabilitas pemerintahan. Beberapa tokoh terkenal yang pernah ditahan di Cipinang antara lain:

Xanana Gusmão (1992-1999)

Pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmão, ditangkap pada 1992 oleh aparat Indonesia dan dijebloskan ke Lapas Cipinang.

Ia ditahan selama tujuh tahun sebelum akhirnya dibebaskan pada 1999 setelah referendum yang mengantarkan Timor Leste merdeka.

Setelah bebas, Xanana menjadi Presiden pertama Timor Leste pada tahun 2002.

Pramoedya Ananta Toer (1965-1979)

Sastrawan besar Indonesia ini ditahan di berbagai tempat, termasuk di Cipinang, karena diduga memiliki afiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah G30S 1965.

Selama ditahan, ia menulis banyak karya sastra, termasuk tetralogi “Bumi Manusia” yang kini menjadi salah satu karya sastra Indonesia paling berpengaruh.

Muchtar Pakpahan (1996-1998)

Aktivis buruh dan pendiri Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ini dipenjara di Cipinang pada tahun 1996 karena menentang kebijakan pemerintah terkait perburuhan.

Ia akhirnya dibebaskan pada 1998 setelah lengsernya Soeharto dan reformasi bergulir.

Sri Bintang Pamungkas (1996-1998)

Akademisi dan politisi ini ditahan di Cipinang karena kritik kerasnya terhadap pemerintahan Soeharto.

Ia ditangkap karena dianggap melakukan subversi dengan menyerukan reformasi politik.

Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Burhanuddin Harahap (1950-an-1960-an)

Tokoh-tokoh politik ini pernah ditahan di Cipinang karena keterlibatan mereka dalam gerakan oposisi terhadap pemerintah pusat, terutama terkait konflik dengan PRRI/Permesta.

Era Reformasi dan Peristiwa Penting

Setelah reformasi 1998, sistem pemasyarakatan di Indonesia mulai mengalami perubahan, termasuk di Cipinang. Namun, beberapa peristiwa penting masih terjadi:

Kerusuhan di Cipinang (2002)

Pada tahun 2002, terjadi kerusuhan besar di dalam Lapas Cipinang akibat konflik antar-narapidana.

Petugas keamanan terpaksa turun tangan untuk mengendalikan situasi yang sempat memanas dan menimbulkan korban luka.

Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir (2019)

Tokoh yang didakwa terkait kasus terorisme ini sempat menjalani masa tahanan di Cipinang sebelum dipindahkan ke lapas lain dan akhirnya dibebaskan pada 2021 setelah mendapat pembebasan bersyarat.

Kasus Jual Beli Kamar dan Korupsi di Dalam Rutan (2024)

Beberapa laporan investigasi mengungkap adanya praktik jual beli kamar di Cipinang, di mana narapidana yang mampu membayar bisa mendapatkan fasilitas lebih baik dibanding tahanan lainnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu reformasi dalam sistem pemasyarakatan.

Perubahan Status: Dari Lapas ke Rutan

Pada tahun 2009, Lapas Cipinang diubah statusnya menjadi Rutan Cipinang. Perubahan ini dilakukan agar fasilitas ini lebih fokus pada tahanan yang masih dalam proses hukum, sementara narapidana dengan putusan tetap dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan lainnya.

Meskipun telah mengalami banyak perubahan, Rutan Cipinang tetap menghadapi berbagai tantangan, termasuk overkapasitas, praktik ilegal, dan upaya reformasi pemasyarakatan. Pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan transparansi dan mengatasi berbagai permasalahan di dalam rutan ini agar sesuai dengan prinsip keadilan dan hak asasi manusia.

(ES)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *